Menurut
cerita juru kunci kawah tekurep yang bernama Bpk. Irsan, nama kawah
tekurep diambil dari bentuk cungkup (kubah) yang menyerupai kawah
ditengkurapkan (Palembang: tekurep). Jika diukur dari tepian Sungai Musi,
kompleks makam ini berjarak sekitar 100 meter dari sungai. Di sisi yang
menghadap Sungai Musi (arah selatan), terdapat gapura yang merupakan gerbang
utama untuk memasuki kompleks makam.
Di
dalamnya, terdapat empat cungkup. Yaitu, tiga cungkup yang diperuntukkan bagi
makam para sultan dan satu cungkup untuk putra-putri Sultan Mahmud Badaruddin,
para pejabat dan hulubalang kesultanan. Layaknya komplek pemakaman, Kawah
Tengkurep dikelilingi tembok tinggi di sekelilingnya. Suasananya begitu teduh
dengan pepohonan sehingga sangat nyaman bagi mereka yang berziarah.
Dahulu
di masa-masa awal, Kambang Koci merupakan bagian dari komplek Kawah Tengkurep
Konon, pada tahun 1151 H/ 1735 M, Sultan Mahmud Badaruddin 1 mewakafkan
sebidang tanah yang cukup luas untuk pemakaman anak cucu serta menantunya.
Tanah
pemakaman tersebut dinamakan Kambang Koci, yang berasal dari kata kambang
(kolam) dan sekoci (perahu), karena jauh sebelumnya tempat itu merupakan tempat
pencucian perahu.
Pemakaman
ini sempat nyaris tergusur untuk perluasan area pelabuhan.
Namun
usaha “pembumi-hangusan” itu tak pernah berjalan mulus. Konon, pada tahun 1997,
telah disiapkan ratusan peti untuk memindahkan jasad-jasad terkubur ke tempat
lain.
Namun
tiba-tiba terjadi kecelakaan pesawat Silk air di perairan Sungsang, salah satu
musibah terbesar dalam penerbangan Indonesia. Ajaibnya, jumlah korban tewas
kecelakaan tersebut sama dengan jumlah peti yang rencananya untuk pemindahan
kubur tadi. Akhirnya, peti tersebut digunakan untuk para korban kecelakaan.
Ketebalan
bangunan pada makam ini mencapai 1M. Oleh karena itu, bangunan-bangunannya
tidak pernah direnovasi karena masih sangat kokoh. Hanya saja pengecatan pada
temboknya saja lebih ditingkatkan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar